2.17.2011

Monolog Hati (Kisah darimu Malam itu)


Aku tamumu malam ini. Tamu tak seberapa istmewa yang akan menggeser posisinya menjadi segalanya dan satu-satunya malam ini juga. Aku akan mengubah atmosfir sekitarmu, mencuri peluang dari waktu yang ada untuk tetap bersama-samamu menjadikannya sebagai satu-satunya pilihan yang akan kau ambil, memberikan tendensi terkuat untuk membelokkan akal sehatmu pada beberapa saat setelahnya. Aku akan mencari dimana titik lemahmu dan menjadikannya satu-satunya fokus dari daya tarikku untuk melenakanmu dalam ladang cinta yang akan kita siangi bersama-sama tengah malam-malam ini. Aku tertarik padamu, kau juga akan tertarik padaku setelah ini, aku akan membuatnya begitu. Dan kita akan bermain peran bersama, aku dengan lakonku, kau dengan pilihan lakonmu.

Aku tertarik padamu. Kamu memiliki sesuatu yang kunilai patut untuk kuselami lebih dalam lagi, dan aku melihat kamu memiliki potensi untuk layak menjadi pasanganku, untuk sekedar berbagi rasa, cerita dan entahlah, malam ini. Dan malam ini kita disini, duduk bersama di bangku panjang teras samping rumahmu. Dengan langit malam sepi bintang dan sebuah purnama pucat disana, sebuah pemandangan yang nampaknya sengaja kau suguhkan untukku sebagai awalan pembangun atmosfir kedekatan kita yang akan kita awali malam ini. Menarik. Aku menikmati upayamu. Karena itu aku akan menengadah dan mengembangkan senyum terhangatku malam ini, untukmu, yang kubiaskan dengan sesekali menengadah dan mengayunkan kaki sesekali. 

Apakah sekarang aku cukup memancarkan hangat di malammu kali ini? Lalu kemari dan mendekatlah padaku, kita masih terpatut di ujung-ujung bangku yang kita duduki. Ataukah aku harus berpura-pura kedinginan sambil menggosok-gosok sepanjang lengan atau sekedar meniup-niup pelan sepasang telapak tanganku?
***

Malam ini aku mengundangmu sebagai tamuku. Mungkin kencan malam ini tak begitu menarik awalnya, tapi aku akan memastikan mendapatkanmu malam ini. Aku akan membuatmu jatuh pada menit kesekian di perjamuan kita malam ini, lalu mendapatkan segala perhatianmu setelahnya, setidaknya untuk malam ini, dan diawal pagi esoknya, sebelum kamu pulang atau aku pergi meninggalkanmu. Aku tau, kamu dapat memerankan peranmu dengan baik, dan untuk itu aku akan memerankan peranku dengan baik pula untukmu. Setidaknya malam ini kita akan melepas topeng pura-pura kita dan bertelanjang polos tanpa naïf dan munafik.
Malam ini kita disini, duduk berpencar diujung-ujung bangku panjang di teras samping rumahku. Aku menyuguhkan sebuah display malam yang mengirimkan sebuah pesan untuk kau tangkap dengan naluriahmu, naluriah seorang perempuan sepertimu. Aku akan menciptakan kesan dingin dan kosong, untuk kemudian kita isi dengan kehangatan bersama tengah malam-malam ini. Setidaknya sampai segalanya menjadi jelas, akan kita mulai dengan cara yang bagaimana untuk menggeser peran kita satu sama lain malam ini. Menarik. Dan memang aku tertarik padamu. Lalu aku akan membuatmu semakin penasaran dengan awalanku yang setengah-setengah ini. Aku akan membuatmu menebak-nebak, dan aku akan menikmatinya.
Apakah aku kurang misterius untuk kau selami perlahan malam ini? Apakah aku masih perlu memancing rasa penasaranmu jauh lebih menggila lagi? Ayolah kita mulai saja perjamuan kita, karena semakin aku bermain, kamu juga semakin menggoda, aku semakin takluk dan kamu semakin membuat takjub.

“Mana yang menarik? Bulan pucat pasi atau beberapa bintang yang tersebar disana?”
“Aku menggilai bulan nampaknya, tampak tegar dimataku… tak peduli tanpa teman, tak berkelompok seperti bintang”
“Lalu sampai kapan kamu mau mencumbui mereka? Membiarkan tubuhmu digelayuti dingin. Kemarilah.”

*** 

Aku menurunkan kepalaku, menatap ke arahmu, tepat di sampingku. Lalu aku melihatmu yang sedang tersenyum hangat, dengan lengan kiri terbuka, menawarkan kehangatan yang semakin menjanjikan tenang untukku malam ini. Aku tau, kau sedang berusaha membangun atmosfir baru, setelah kehadiranku malam ini, dan aku menghargai upayamu sekali lagi. Karena itu aku datang dan masuk ke dalam hangat pelukanmu malam ini. Lalu aku akan menawarkan sebuah balasan atas hangat yang kau tularkan untukku.
“Kamu benar. Disini dingin.”
“Masuklah kalau begitu. Ada bilik yang nyaman di dalam sana.”

Kamu berdiri, mengulurkan tanganmu, menggamit jemariku, membimbingku memasuki bilik yang kamu janjikan. Kamu memerankan peranmu dengan sangat baik, rapih dan terselubung. Debaran dalam dadaku semakin membumbung, ada semacam rasa yang berontak untuk segera disudahi hasratnya, ada semacam getar yang mengelegar untuk diredam saat itu juga. Aku kacau, aku berantakan, tapi aku menuju ke arahmu.

***

Kamu datang, beringsut masuk ke dalam pelukanku. Aku akan membuatmu menemukan nyaman yang tak kau temukan saat terdiam di sudut bangku sana.
“Kamu benar. Disini dingin.”
“Masuklah kalau begitu. Ada bilik yang nyaman di dalam sana.”
Aku berdiri mendahuluimu, menggamit jemarimu yang memang benar mendingin, membimbingmu masuk ke bilik yang telah aku janjikan, yang kuharap mampu membawa nyaman untuk mu, juga untuk ku setelahnya. Ada rasa yang entah apa di sini, di dekat dadaku, meletup-letup mengangguku, tapi aku sadar bahwa aku semakin menikmatinya. Ada semacam getar yang semakin menggelepar saat ku cekik dengan akal sehatku, yang semakin nanti akan semakin menjadi. Aku memilikimu malam ini. Aku patut atas dirimu saat ini.

*** 

“Bilikmu nyaman. Terimakasih,…sendirikah aku disini? Tak kah kamu mau menemani?”
“Aku disini…”
“Bisakah kita mulai hal yang bisa kita bagi hanya berdua saja malam ini?”
“…dan aku berharap lebih.”
“Maka aku akan menawarkan segala yang tanpa batas padamu malam ini..”

***

17 Dec 2010

Kamu pergi pagi-pagi, saat aku belum berbenah, saat aku belum lancarkan inderawiku tuk sadari keberadaanmu sebelum kau pergi. Secarik kertas kau tinggal di lemari es ku,
“Terimakasih atas perjamuan malammu”
Kamu tak pernah tau, aku mulai menggilaimu sejak malam tadi, sejak kau menikmati pucat purnama dan kedinginan. Sejak kita menuangkan rasa dalam satu kantong plastik. Kamu tak akan tau, aku sangat menginginkanmu karena aku sudah tertarik padamu sebelum aku mengawali perjamuan kita malam ini. Dan kamu pergi pagi-pagi tadi, hanya dengan sepenggal pesan yang tak kumengerti apa yang tersirat disana.
Pagi ini adalah akhir kisah kita bukan?
Istriku akan pulang siang nanti, aku akan berbenah, menjemputnya. Istriku.
***

Aku terbangun dengan segala dosa di pagi-pagi buta, disebelahmu. Aku sempat terlena dengan sensasi nyaman yang kau tawarkan, aku menikmati wajahmu semauku kali ini. Aku terjatuh di cintamu sejak malam tadi, sejak kau tawarkan hangat peluk nyamanmu untukku yang berpura-pura kedinginan malam tadi. Kamu tak pernah tau, aku benar-benar terjerembab dan susah berdiri di palung hatimu.
Aku ingat. Aku harus bergegas dan berbenah. Pagi ini suamiku pulang, aku akan di rumah dan memasak untuknya.
Kutinggalkan sebuah pesan untukmu,..
“Terimakasih atas perjamuan malammu”
… Apakah kamu tau? Aku mengisyaratkan sebuah rasa padamu, rasa yang mulai saat ini akan menghajarku dengan bertubi kangen.

***
“Perselingkuhan kita tak sehat”

*** 

“Perselingkuhan ini tak sehat”

160211
(berlanjut dalam kubikelku)