4.15.2011

Untuk Khaiyla – Abisena (14/4/11)

(Kelak aku akan mengajakmu naik kereta kelinci, Khaila,..Abisena)


Kelak aku akan memberimu nama Khaiyla. Mengapa? Karena entah kenapa aku jatuh cinta pada nama itu sebelum kau ada. Lalu aku berjanji dalam hatiku, dengan bulat tekatku, akan kuhentikan cumbuanku dengan benda putih panjang ini, untuk menyiapkan tempat ternyaman agar bisa kau tinggali selama bersemayam dalam rahimku. Lalu aku akan mengubah pola hidupku. Aku akan meminum cairam putih lain yang penuh kalsium, yang sebelumnya kukutuk dengan ratus bahkan ribuan kata sebelumnya. Beberapa gelas susu untuk pertumbuhanmu. Aku akan menyiapkan asupan gizi terbaik melalui diriku, lewat pencernaanku yang nanti akan kau hisap melalui plasentamu yang tertanam juga dalam ragaku.
Nanti aku akan berjanji untuk selalu bersabar melewati 270 hari selama aku bersatu denganmu, demi menjaga agar hormone kortisol-ku untuk tak meracuni perkembanganmu. Karena sungguh, aku benar-benar mencintaimu. Menginginkanmu tumbuh menjadi kehidupan baru yang akan kubahagiakan nanti. Aku pasti akan menjadi sangat excited dan bahagia di setiap harinya ketika menunggu kedatanganmu. Lalu di bulan ketujuh, aku akan mulai addict untuk mendatangi baby shop, mempersiapkan atributmu, baju-baju mungil itu, yang kuning, yang hijau mint, atau putih, entah kenapa aku tak begitu menyukai serba pink untukmu sayang, aku tak ingin kau terlihat cengeng, Khaiylaku. Bukan masalah sebenarnya, karena kamu akan tetap cantik dan lucu tanpa warna pink sekalipun dalam hidupmu. Itu terlalu cengeng kukira. Lalu aku dan Papamu pasti akan berlama-lama memilih baby troller untukmu sayang. Aku akan memilih satu atau dua yang paling kuat, paling nyaman dan paling cantik untuk kau tiduri saat kami mengajakmu berkeliling menjemur kulit cantikmu di bawah hangat matahari pagi, agar pertumbuhanmu makin baik, agar kamu menjadi Khaiyla kami yang cantik dan sehat.
Kelak aku akan rela menebus sakit untuk bisa mendengar tangisan pertamamu ketika tiba masaku melahirkanmu, tangis pertama yang kunantikan, saat kau berjuang melakukan mekanisme pernapasan pertamamu, Khaiyla. Lalu aku akan membiarkanmu melakukan usaha pertamamu memperjuangkan kehidupan di masa inisiasimu. Mengamati keajaiban demi keajaiban saat pertama kamu memulai kehidupanmu, bersamaku. Tak bisa kubayangkan bagaimana bahagianya memeluk tubuh mungilmu untuk pertama kalinya. Mungkin aku akan menangis haru, karenamu, karenaku, dan segala keajaiban yang telah aku lewati bersamamu. Tentu saja juga berkat Papamu yang mau atau harus kupaksa untuk menemaniku sambil menggenggam tanganku selama proses persalinanku untuk membuatmu berada nanti.

****

Kelak aku akan memberimu sebuah nama, Abisena. Kenapa? Entahlah, aku juga tak tau kenapa aku begitu menginginkanmu untuk memilikinya. Nama yang memiliki arti yang tak pernah bisa persis ku definisikan sebelumnya. Abisenaku. Kelak kamu akan menjadi bocah yang lucu, kamu akan mewarisi sedikit dari Papamu, dan sedikit pula dariku. Karena kamu adalah Abisena, anugerah cinta antara aku dan Papamu. Aku membayangkan kamu memiliki mata yang serupa dengan milik Papamu, yang saat menatapnya aku akan melihat banyak harapan dan kebahagiaan di dalam sana.
Lalu aku akan rela menghentikan kebiasaanku yang lain, yang mungkin saja bisa merusak tempat ternyamanmu saat kamu menyatu dengan ragaku. Aku akan meninggalkan bercangkir-cangkir cairan hitam yang membuatku tergila-gila sebelumnya, sumber inspirasiku selain Papamu. Aku berjanji dalam hatiku, aku akan menggantinya dengan asupan vitamin dan gizi yang cukup untukmu. Aku akan rela memamah dan menelan berbagai sayuran untuk memberimu asupan terbaik melalui satu-satunya saranaku berbagi denganmu, plasentaku. Aku akan berolah raga, aku akan ikut pilates atau yoga untuk perkembanganmu, demi mendapatkan kesehatan untukmu kelak.
Aku memimpikan kamu ada diantara aku dan Papamu, tergelak diantara tawa bahagia kami. Lalu kamu akan menjadi jagoan kami, bukan kah lelaki identik dengan jagoan, Abisena? Kelak aku akan memilihkan metode terbaik demi nyaman menanti kelahiranmu, Abisena. Ah tidak! Apapun akan menjadi membanggakan asal aku bisa melahirkanmu dengan sempurna, asal itu tak menyakitimu dan tak mengurangi keajaiban Tuhan atas anugerahNya melaluimu.
Lalu Papamu akan menggerutu karena harus berlama-lama menungguku memilih seragam serba biru untukmu. Topi hangat, bantal mungil, feeding set, dan sepatu hangat, semuanya akan berwarna biru, biru yang tenang dan damai. Dan aku berjanji akan bersorak paling kencang merayakannya jika suatu saat nanti adalah kata “Mama” yang pertama kali kau sebut. Atas alasan apapun aku tak ingin kalah dengan Papamu untuk menyita kebahagiaan darimu, Abisena.
****

14.04.11

Aku sedang duduk di emperan jalan. Di sebuah café tenda emperan jalan, duduk sendirian di sebuah meja kecil dengan 4 kursi plastik tanpa sandaran. Secangkir cinnamon coffee masih mengepulkan asap panas, sebatang rokok terselip diantara sudut bibirku, mencoba mencampakkan dingin yang menggelayuti sepasang paha telanjang, mengamati sepasang suami-istri dan seorang batita lelaki yang sedang mengaduk-aduk makanan mamanya.
“Entah aku akan memiliki yang mana, tapi aku pasti akan melakukan yang terbaik untuk salah satu dari kalian,…Khaiyla, … Abisena. Suatu saat pun dua benda ini akan enyah diantara jemariku dan hidupku, demi salah satu diantara kalian, aku akan mengganti hidupku dengan satu yang lebih baru, bersama entah nanti siapapun yang akan menjadi Papamu, menemaniku membahagiakanmu, Nak.”