6.27.2012

Help me, Boo..


Dia tertidur disebelahku. Kami sangat dekat. Bisa kuhabisi jeda jika ia berani memunculkan jarak. Bisa kubunuh kesendirian jika ia berani melahirkan sepi. Aku bisa melihat wajahnya yang pulas. Wajah yang tadinya, ah tidak, bahkan sampai saat ini tak perna bosan kulihat dan kuamati lamat-lamat. Aku membayangkan bisa terus seperti ini bersamanya. Aku menunggunya membuka mata. Apakah aku yang akan pertama kali dilihatnya nanti? Entahlah. Aku hanya ingin menunggunya membuka mata. Aku ingin melihat bagaimana ia terbuai dalam pulas dan bagaimana ia bersemangat membuka mata, yang tak pasti bisa kutemui di setiap hari-hari lainnya.
Aku sangat ingin menyentuhnya. Menyentuh rahangnya yang tegas, menyentuh hidungnya yang khas dengan tonjolan kecil dipuncak, atau bibirnya yang tak pernah sekalipun tak kurindukan. Aku mengagumi sosoknya, entah itu wujud ragawinya atau sekedar suara sarat dari keberadaannya. Aku sangat ingin menyentuhnya. Tapi aku tak berani. Aku tak mau merusak apa yang sedang kunikmati dengan mengusiknya sedikitpun, walaupun memang menahan rasa ini adalah suatu ujian berat untukku. Cengkungan matanya, aku selalu jatuh cinta pada mata sayunya.
Aku membayangkan betapa bahagianya aku jika bisa mengamatinya seperti ini setiap hari, berada di sisinya setiap hari. Bersama-sama dengan dia, adalah sebuah masa depan bagiku, yang akan kutemui dengan sebuah perjuangan sebelumnya.
Ah,..
Aku merindukannya. Sangat merindukannya. Aneh sekali. Aku merindukan laki-laki yang sedang tidur di sisiku. Soal jarak, soal sendiri, segalanya terpatahkan, tapi soal sepi, aku tak bisa membantu diriku sendiri untuk membetotnya lepas dari segala relung kosong yang berlama-lama melompong di dalam diriku.
“Apa kamu sadar ada jarak dengan dinding yang begitu tebal diantara kita Boo?”
Aku berbisik. Sangat lirih. Berharap hatimu mendengarnya. Aku merapatkan tubuh padamu. Berharap ada sedikit ketenangan yang akan kau alirkan padaku, mengobati banyak kebimbangan dalam diriku. Aku benar-benar merindukan saat-saat dimana kita lepas tertawa dan memuja satu sama lain. Aku merindukan sensasi yang sama ketika kamu menyentuhku. Aku merindukan caramu melihatku dengan khasmu, khas caramu menyiratkan cinta dalam tatapmu.
Aku merasa kamu menemukan sebuah transit. Transit untuk berlindung dari keburukanku dan membagi apa yang selayaknya hanya menjadi milikku. Aku merasakan kau sedang mengiris hatimu sendiri dan membaginya pada seseorang selain aku, yang aku tak tau, mana yang akan kau beri paling besar. Jelas keduanya akan tetap meyakitiku.
“Apa kamu mengingatku dengan cara yang sama Boo?”
Kembali lirih berbisik. Ada sedikit getar dalam dadaku. Segala rasa sakit dan tak enak muncul bercampur. Sesuatu dalam diriku menjerit-jerit dicambuki rasa yang tak bisa diraba arahnya kemana. Sesuatu di dalam diriku meronta-ronta ingin lepas dari perih yang tak bisa diterka dari mana asalnya. Ada nyeri di dada, ada getar di sekujur tubuh, ada air mata yang menyumbat kerongkongan. Mengharuskanku menahan nafas berkali-kali, mengerjap-kerjap, menelan ludah berkali dan meremas selimut. Aku merasakannya tiap malam. Bahkan malam ini ketika kita pun berdampingan.
“Selamatkan aku Boo..”
Getar dan tangis tumpah. Anak-anak sungai mengalir di pipiku, turun membasahi bantalku. Kamu tetap lelap dalam buai malammu.




Help me, Boo..

6.20.2012

Okay, Let's Talk..


Okay. Sometimes refreshing itu penting, dan yang penting-penting itu bisa nyelametin keadaan genting.
Dan saya lagi butuh refreshing anyway, mengingat belakangan sama pasangan suka perang prinsip. Both of us act like 17’s couple. Bertindak seakan-akan baru pacaran sebulan dan nyadar dia begini saya begitu, lalu shock.
Come on dude!
Kita nggak butuh nanya satu sama lain ‘kan, untuk meyakinkan chronological age masing-masing ada di angka berapa?
Dan jeleknya disana.
Terkadang Chronoligical Age itu gak sebanding lurus dengan perkembangan Mental Age, kedewasaan atau maturation kejepit diantaranya. Tinggal diliatin aja, celah yang menghimpit terlampau sempit atau elastis.
Lagi-lagi kedewasaan atau maturation akan diungkit-ungkit dan dihubung-hubungkan dengan sikap dalam suatu situasi.
Kita berdua sama-sama sedang sok dewasa dan mature saat itu. Lalu bisul dalam kepala masing-masing meledak. Lalu sama-sama sibuk dengan persepsi-persepsi masing-masing. Mencari pembenaran akan kesalahan diri.

Come on! We are not 17th teens anymore, baby…
Let’s talk..

Dan apapun lah yah..
Sesibuk apapun aku, aku selalu punya waktu untuk menyelipkan kamu diantaranya.



20.06.12
Kamu perlu tau, 
sometimes aku membencimu
dalam beberapa partisi
PS. I Love You 

6.10.2012

Great Anxiety is ...

Mengamati kamu yang makin hari semakin matang secara fisik, dan (mestinya) semakin kedepan dalam pemikiran, itu seperti sebuah ketakutan sendiri untuk saya.
Yang pertama, saya selalu dalam zona pemikiran insecure saya tentang kamu akan berpaling karena saya nggak menarik dan sebagainya.
Yang kedua karena adanya sebuah fakta yang mendunia, bahwa :

 "Everybody Changing" Saya takut kehilangan kamu.

Terang saja, ... karena kamu begitu pentingnya buat saya.
Bukan karena saya nggak bisa hidup lantaran kamu nggak lagi bersama saya.
Hanya saja saya ogah berpikir hari-hari tanpa kamu setelahnya.
Terlihat hampir sama, but totally different.

Jelas.
Pasti saya tetap akan hidup dan bernafas dengan lancar walau saya tidak didampingi kamu sekalipun.
Nadi saya tetap dialiri darah hangat, jantung saya tetap berdegub, dan bumi tetap berputar pada porosnya tentu saja.

Hanya saja yang paling memungkinkan jika kamu tidak bersama saya adalah kenyataan bahwa,

 "Saya kehilangan salah satu kebahagiaan yang teramat besar dari hari-hari saya"

Dan lagi hitungan hari itu bukan berdiri sendiri.
Ada 24 jam di dalamnya dan 60 menit termasuk detik yang menjelmakannya dalam hitungan waktu yang disebut hari.
 Sayang hanya tak ingin melewatkan 24 jam saya yang berharga tanpa kamu.

 Mungkin gambarannya seperti itu.

 Mengapa?
Sekali lagi alasannya sama.. "Karena saya menyayangi kamu."

Malam ini
100612
19.00 Persis
Saat menanti hujan bosar bercucuran