1.14.2011

CROSSROADS (Ketika Cinta Harus Salah Arah)


Aku memang mencintaimu. Ya aku mencintaimu, dan akan tetap bersamamu, karena aku terlebih dahulu mengenalmu, dan karena aku harus melakukan ini untuk menyelamatkan hubunganmu dengan kakakmu, yang juga kekasihku. Kamu boleh membenciku setelah ini, saat mungkin suatu saat nanti perselingkuhanku akan tercium oleh firasat hatimu, tapi aku akan tetap menjagamu, menjagamu dari sakit hati akan pengkhianatan yang terpaksa aku lakukan dengan menjalin hubungan gelap dengan kakakmu. Aku berjanji.

Andai saja aku adalah seseorang yang bisa menjaga satu-satunya hatiku hanya untukmu, andai saja kakakmu bukanlah seseorang yang pernah diam-diam aku inginkan untuk menjadi tempatku berbagi segala rasa dan hasratku. Tiba-tiba kisah cinta ini menjadi tak pernah adil hanya untukmu. Ini semua bermula ketika kamu pergi, ketika kita harus terpisah jarak ratusan kilometer karena urusan masa depanmu. Kamu tak ada di sisiku, aku kesepian. Kesalahanmu adalah menitipkanku pada kakakmu. Kesalahanku adalah tak bisa menjaga hatiku hanya untukmu. Kesalahannya adalah tak bisa menahan hasratnya yang ternyata juga untukku. Semua menjadi alasan yang begitu tepat untukku dan kakakmu memulai sebuah ikatan yang tak pernah kamu tau.
 
Semua berawal pada sore itu, saat aku dan kakakmu terjebak dalam sebuah situasi yang sangat mendukung masing-masing dari kami untuk mengingat masa-masa perkenalan kami dulu, sebelum aku mengenalmu dan memutuskan untuk mengalihkan segenap cintaku untukmu, cinta yang sebelumnya hanya kupupuk untuk kuberikan hanya pada kakakmu. Cinta yang dengan segenap hati aku bekap hingga mati agar tak meninggalkan asa menyakitkan akan arti kakakmu di hatiku. Namun gagal. Masih tersisa denyut pada cinta yang sekuat hati kucampakkan.
 
“Dulu aku mencintaimu…” entah kenapa kalimat penuh dosa itu melompat begitu saja dari mulutku. Membuat waktu seakan terhenti hanya diantara aku dan kakakmu. Aku menyesal. Namun aku merasa harus membuang kalimat itu cepat-cepat dari kepaku, mengeluarkannya lewat mulutku. Cara yang mungkin tak tepat sama sekali untuk membuang perasaan.
 
“Kenapa?”
 
“Karena aku harus mengatakannya sekarang. Agar bisa kubunuh segalanya sore ini juga, dan meneruskan hidupku tanpa kenangan darimu. Hanya itu. Maaf..”
 
“Kenapa baru kamu bilang sekarang? Kenapa bukan sebelum aku mengenalkanmu pada adikku dan sebelum kamu memutuskan untuk menerima cintanya?!”
 
“Maksutmu?”
 
“Aku tak punya keberanian untuk menyatakannya duluan padamu. Aku juga menginginkanmu, bahkan sekarang ini menjadi semakin menyiksaku. Aku masih sangat menginginkanmu.”
 
 Hening. Kakakmu menyisakan sebuah hasrat yang tak tepat yang mulai tumbuh dalam diriku. Kemudian hanya tersisa diam disepanjang perjalanan pulang kami. Aku sibuk dengan pikiranku yang mencoba menerka rasa entah apa yang barusan ditanam kakakmu padaku, dan kakakmu sibuk dengan entah apa yang memenuhi pikirannya. Kami sama-sama didera galau yang sama malam itu, saat perjalanan pulang kami dari kafe tempat biasa aku menghabiskan waktu denganmu. Aku sekuat tenaga menahan keinginan aneh dalam diriku yang tiba-tiba muncul begitu saja, keinginan untuk memeluk kakakmu dan mengatakan sekali lagi bahwa aku mencintainya. Aku tak berdaya dihajar hasrat yang telah bertahun-tahun kukubur dalam serambi hatiku, bilik paling tak terjamah selama aku bersamamu, tapi sore ini semuanya terbongkar begitu saja, aku yang memulainya.
 
“Cintai aku sekali lagi.” Kakakmu mengucapkannya tepat sebelum aku turun dari mobil yang berhenti tepat di depan rumahku. Saat itu juga segala hasrat yang sengaja kuikat kuat dengan akal sehat sejak tadi tiba-tiba menghambur lepas, memerintahku untuk menyampaikannya dengan segala cara yang sebelumnya tak pernah kupikirkan. Aku masih mencintai kakakmu, ini kenyataan baru yang kutemukan saat bibir kami saling menyentuh. Aku membuat rasa itu semakin kuat, aku melupakanmu malam itu. Ya, aku yang salah.
 
Kamu akan tetap menjadi kekasihku, aku janji. Dan kamu akan tetap menjadi satu-satunya orang yang akan diakui sebagai seseorang yang memilikiku. Namun aku mohon, biarkan aku dan kakakmu saling melepaskan desakan ribuan keinginan kami yang belum tersampai dari beberapa tahun lalu. Saat itu aku berpikir paling tidak biarkan dia menggantikan posisimu selama kamu tak bersamaku, selama aku kesepian tanpa kamu. Aku terpaksa mengkhianatimu karena kelemahanku yang tak bisa membendung segalanya untuk kesekian kali tanpa keberadaanmu sebagai pembatas antara aku dan kakakmu. Kamu akan tetap menjadi orang pertama yang mencintaiku dengan tulus dan mempercayaiku, namun kakakmu adalah orang pertama yang rela mencintaiku dan tersakiti diam-diam saat aku sedang bersamamu. Kamu mungkin adalah orang pertama yang membahagiakanku dengan segala kesetiaanmu sebagai kekasihku, tapi kakakmu adala sosok yang selalu menjagaku diam-diam dibelakangmu. Karena itu, aku menjadi tak bisa menemukan dimana hatiku benar-benar memilih. Aku yang salah, maaf.
 
Sampai saat itu tiba. Saat dimana kamu bermaksud memberiku sebuah kejutan penuh kebahagiaan yang mungkin telah kau pikirkan untuk membuatku senang. Saat kamu memutuskan untuk tiba-tiba pulang tanpa memberiku sebuah kabar. Saat kamu tiba-tiba masuk ke dalam rumah kontrakanku diam-diam dan melihat sebuah display paling menyakitkan dalam hidupmu, melihatku berada dalam ranjang yang sama dengan seseorang yang juga kamu sayangi, kakakmu. Aku tau, begitu mengerikan bagimu membayangkan apalagi mengetahui diriku melakukan kegiatan yang sama dengan laki-laki lain, kegiatan yang sama seperti yang hanya kita lakukan berdua. Sangat mengerikan bagimu mengetahui bahwa kakakmu adalah seseorang yang berkonspirasi dengan kekasihmu untuk menyakitimu dengan sebuah pengkhianatan yang kotor. Aku tau kamu sangat terluka dan kecewa, yang mungkin tak pernah aku tau persis seperti apa sakit yang kamu rasakan. Tapi kamu juga perlu tau, aku dan kakakmu juga sama-sama terluka saat harus menyembunyikan perasaan kami masing-masing.

Sayang,…maafkan aku. Juga maafkan kakakmu. Maafkan kami untuk sebuah ketidak jujuran yang kami simpan dalam hati kami masing-masing. Terimakasih telah mencintaiku lebih dari apapun selama ini, terimakasih untuk segala kepercayaan yang kamu berikan untukku dan kakakmu selama ini. Aku bersedih atas keputusanmu untuk mengakhiri ini semua. Aku tak akan menyianyiakan pengorbananmu untuk memberiku kesempatan sekali lagi untuk meneruskan cintaku dengan kakakmu. 

“Selamat jalan, Son… Tuhan memberkatimu. Maafkan kami, Son.” Aku menyeka airmataku sebelum beranjak dari sebuah pusara seseorang yang pernah sangat mencintaiku, seseorang yang tersakiti karena pengkhianatanku dengan kakaknya. Selesai sudah kubacakan surat terakhirku untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar