2.07.2012

Malam Perjamuan Terakhir

“Katakan kamu mencintaiku.”

“Hmm, aku mencintaimu tentu saja sayang.”

“Katakan dengan sungguh-sungguh.”

Kamu beranjak dari tidurmu. Bangkit dalam duduk, menatapku, terdiam lama, sangat lama bagiku yang sedang dihajar ragu. Mata yang sama sedang menatapku. Tangan yang sama sedang menangkup jemariku didalamnya. Ragamu sedang utuh menjadi milikku saat ini.

“Aku yang sedang ada dihadapanmu ini, teramat mencintai kamu.”

Sigh!

Ini yang tak sama. Perpaduan dari sentuhan yang berbeda, tatapan yang berbeda dan ketulusan yang membaur dalam kata dan suara yang juga tak sama. Apa yang kau katakana dengan kesungguhan yang kau upayakan semurni mungkin tadi terdengar seperti ,”Pergi atau matilah saja sana” bagiku. Sangat mengiris, sangat sakit.

Bisakah ku pesan sebuah benturan keras yang minimal membuatku lupa bagaimana itu sakit dan bagaimana itu bersedih? Bisakah otakku dikacaukan secara parsial yang membuatnya lupa seperti apa itu kecewa dan bagaimana itu kehilangan? Karena aku hanya ingin mengingat kamu sebagai hal terindah yang pernah kudiami sebagai dunia yang artinya adalah segalanya. Sungguh!

49 Minggu bersamamu. Tak pernah kurang sedikitpun kebahagiaan di dalam sini. Tak ada yang kurang
sedikitpun didalam sini, segala ruang terisi penuh dengan kebahagiaan darimu. Kamu yang datang di saat aku selesai merapikan ruang tamu di hatiku, tepat setelah aku usai meriasnya seindah mungkin untuk disinggahi. Kita berlama-lama membagi segalanya disana, hingga waktu yang menentukan segalanya telah tepat untuk menjamumu di ruang makan, dan di dalam bilikku. Bilik yang hanya akan berisi aku dan kamu.

Rasanya seperti harus mencabut satu-satu sayap yang kupunya untuk bisa terbang tinggi dan menikmati awan kembali. Mencabut satu-satu dengan tanganku sendiri. Rasanya seperti harus mencabuti tulang sendiri, memaksanya lepas dari raga ini, hingga tinggal daging terpuruk. Rasanya menyakitkan. Aku tak akan membaginya bersamamu tentu saja. Bisa jadi kamu sedang menikam perihmu sendiri, dan memakai topeng pura-puramu. Bisa jadi kamu memang beranjak sembuh dari sakit pengharapan. Bisa juga kamu sedang mencekik cinta pelan-pelan dalam hatimu. Bisa saja.

“Peluk aku..”

Diam pecah dalam parauku, parau yang kemudian dengan sangat susah kutenggelamkan kembali jauh kebawah kuasa diri. Kamu menatapku, dan aku kehilangan kamusku dalam membaca isyaratmu. Kita berpelukan. Kucoba mengingat-ingat kembali bagaimana rasa pelukanmu yang terakhir. Tak sama. Tetap tak sama. Sekali lagi tak sama. Tapi aku tak ingin melepasnya. Aku tak ingin kehilangan pelukanmu walau rasanya tak lagi sama. Walau itu tak lagi membuatku merasa aman, damai dan memiliki segalanya. Biar kuberi tau, pelukanmu saat ini membuatku merasa ditusuki disekujur tubuh, sakit sekali, membuatku ingin menangis, sakit sekali. Tapi sungguh aku tak ingin melepasnya, tetaplah begini, setidaknya ini adalah dirimu.

Dulu aku akan mendapatkan sebuah kecupan yang masih kuingat persis bagaimana lembutnya, bagaimana hangat yang digetarkannya ke sekujur tubuhku. Bagaimana sebuah kecupan membuatku merasa sangat lengkap dan sempurna. Dulu aku selalu mendapatkanya setiap kali aku berada dalam dekapanmu. Dan aku sedang hidup di masa sekarang. Aku sedang bernafas dan susah payah menjalani peran di masa sekarang. Masih bersama kamu. Kamu yang sekarang.

“Apa aku patut dicintai, Yo?” masih kubenamkan seluruh wajahku didalam pelukanmu, mencium dada bidangmu, yang dulu selalu bisa menyampaikan hangat dan perlindungan padaku.

“Uhuumm. Kenapa bertanya begitu?”

“Nothing. I just… ah, forget it. I miss you.”

“I’m here baby. I’m hear my dear.”

Hening lagi. Pelukanmu semakin ragu. Semakin longgar dan semakin rela melepasku.

Beritahu aku, apa yang bisa aku lakukan untu memulangkanmu? Atau apa yang kau ingin kulakukan untuk aku bisa menemui dirimu lagi? Beritahu aku apa yang bisa kuberi untuk membuat kita mendapatkan hal yang sama yang pernah kita dapatkan sebelumnya.

Kamu tahu bagaimana proses kerja sebuah candu? Mereka memberikan sebuah rasa istimewa yang memabukkan, membuatmu bahagia dan melayang. Kamu tahu butuh berapa lama menjadikan candu sebagai sesuatu yang membuat ketergantungan? Mereka membutuhkan waktu yang tak cukup lama bila ada saling kecocokan. Mereka masuk dan merasuk dalam nadi, menyatu dalam darah, menyebar keseluruh tubuh. Kamu tau bagaimana sakitnya disiksa candu dan kehilangan? Sama ketika kebahagiaan dan sesuatu yang istimewa yang sebelumnya telah merasuk dalam nadi, darah dan sekujur tubuhmu disedot dengan cepat dan kamu dibiarkan terguncang karena kehilangan. Tak ada yang peduli. Tak ada yang bisa menolong. Persis. Aku kecanduan kamu.

Aku keluar dari pelukanmu. Menjauhkan tubuh beberapa inci. Ingin mengamati apa lagi yang berbeda darimu. Yah, lengkap. Dirimu menjadi orang asing kini. Tak apa, aku tetap perempuan yang sama, yang tetap kecanduan padamu. Kudekatkan kembali tubuhku. Polos. Kita lihat, sejauh apa dirimu berganti wujud.

Tak sama. Kecupanmu ragu. Tak sama. Ciumanmu gamang. Tak sama. Sentuhanmu bimbang. Segalanya tak ada yang sama hingga akhir perjamuan kita.

Katakan padaku sekarang, cara apa yang bisa membuatku sembuh dari kecanduanku?

Karena sungguh sangat menyiksa saat aku bisa memilikimu tanpa aku menemukan dirimu bahagia bersamaku kembali. Tak kah kamu memahami bahwa kita harus sama-sama bahagia untuk bisa dikatakan sebagai pasangan yang saling mencintai? Ataukah cinta sudah berhasil meregang nyawa dalam cekikan dihatimu? Kenapa tak kau cekik dengan cepat pula cinta di hatiku? Agar setidaknya mereka bisa bersatu dan bahagia di tempat yang lain.

“Sudah terlalu malam sayang. Aku harus pulang.”

“When I will see you again?”

Kamu tersenyum. Setidaknya ini yang sama. Ini yang akan mengantarku untuk selalu mengingatmu yang amat mencintaiku. Kamu yang terlalu menjagaku dan takut kehilangan diriku. Setidaknya ini yang akan menjadi hal terakhir yang kekal untuk menyimpan segalanya tentang kamu.

“Tomorrow my dear.”

***

Kukemasi segalanya malam ini. Segala rasa yang hanya kujaga untuk kuberikan padamu, segenap sakit yang kutelan dan kudekap saat tak lagi bisa memiliki kamu, seluruh waktu yang terlewat dan bergulir dengan begitu cepat selama aku bersama kamu. Segala yang harus disudahi dan dibawa pergi.

Malam ini aku berkemas. Pergi seperti yang kau mau untuk aku dan dirimu. Selamat tinggal cinta, setidaknya aku adalah satu yang pernah mengajarimu sesuatu, semoga. Jangan bertanya soal cinta yang kuat dan pengorbanan yang sungguh, kamupun tau aku ahlinya. Jangan bertanya soal berapa lama aku bisa mengobati dan merelakan ini semua, kamupun tau, aku manusia paling bodoh untuk yang satu ini.





070212
12 hari lagi
Sakit disini meradang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar